Cinta Pertama dan Ketika Cinta Harus Memilih
Debur ombak
pantai Anyer malam itu menderu seperti hatiku. Hatiku pilu dan gelisah. Kau
katakan bahwa hatimu telah berpaling, membuat jiwaku terkoyak. Retak, Hancur
bertaburan. Kutanyakan kembali padamu, tentang hubungan ini, apakah berakhir
atau akan kita teruskan. Kamu tak bisa menjawab. Hanya berkata bahwa kamu masih
mencintaiku, tapi hatimu juga mencintainya.
Kamu menduakan
aku. Dan kamu egois. Namun tak sanggup aku berkata, hati ini terlalu
mencintaimu. Hati ini terlalu rapuh untuk kau tinggalkan.
Gila kah aku?
Mungkin sebagian orang mengatakan itu. Tapi aku yakin, dan akan kubuktikan
padamu bahwa cintaku ini suci dari dalam hatiku. Aku mencintaimu setulus hati.
Aku akan selalu berharap kamu ada untukku seutuhnya. Entah kapan.
Hari-hari
kulewati dengan hampa, tak ada lagi harapan untukmu. Sejak kau mengatakan
hatimu berpaling, aku berusaha menerima. Aku hanya ingin kamu sadar. Bahwa ada
hati yang selalu menunggumu. Hati yang hampa yang selalu melewati hari dengan
kerinduan.
Tiba-tiba,
kamu datang menemuiku. “Aku kangen” katamu. Bagaimana kamu bisa mengatakan itu?
Sedangkan separuh hatimu untuknya? Aku diam membisu, kemudian aku berkata
“Simpan kangen mu sampai suatu saat nanti kamu menyadari cintaku.”
“Heh..?” jawabmu
“Iya, simpan kangenmu. Hatimu
sudah bukan milikku seutuhnya. Cobalah perlahan-lahan kamu hilangkan perasaanmu
padaku”
“Bukannya kamu bilang akan selalu
mencintaiku? Tanyamu
“Iya. Tapi bukan untuk egoismu”
jawabku lembut.
“Jadi?”
“Jadi, lupakan aku dan pergilah
bersamanya” kataku.
Hatiku lega bisa mengatakan itu,
walau nantinya harus aku rekatkan kembali dengan lem-lem kerinduan.
“Clara, maafkan aku. Aku
mencintaimu karena kamu tulus mencintaiku. Tapi hati ini tidak bisa dibohongi,
aku mencintai dia juga….” kamu menangis.
Selemah itukah kamu? Sakitkah hatimu? Aku yakin tidak, kenapa kamu menangis,
bukannya seharusnya aku yang menangis karena kau duakan?
“Dimas, aku mencintaimu dan aku
ingin kamu bahagia. Jangan jadi laki-laki lemah, kamu harus bisa memilih. Saat
hatimu terbelah dua, pilihlah salah satunya, dan berusahalah untuk
menyatukannya dan mempersembahkan hati yang utuh pada orang yang kau cinta”
Aku berlalu dengan kemenangan. Dimas duduk terdiam, bisu.
Sejak itu, aku
berusaha untuk tidak menghubungimu. Setiap hari kamu datang, untuk meminta
maaf. Namun semua sudah aku maafkan, cintaku ini terlalu besar untukmu.
Sampai-sampai aku rela untuk kau sakiti. Tapi, aku bangga menjadi orang yang
tegar.
Hari berganti,
bulan berganti bulan. Tak terasa 2 tahun sudah aku tak menemuimu. Aku mulai
hidup baru, melupakan semua kenangan indah, dan harapan dan juga sakit hati.
Aku dengar kamu sudah pacaran dengan cintamu. Aku bahagia.
Sampai pada
suatu sore, tanpa sengaja kita bertemu. Wajah tampanmu tak akan pernah aku
lupakan. Pertemuan itu cukup mengejutkanmu, dan juga aku.
“Clara?”
“Iya, hmmm Dimas?”
“Iya, kok kamu ada di sini?”
“Hmm… aku meninggalkan kenangan
kita, dan mencari kehidupan baru disini, dan kamu?”
“Aku, aku juga mencari kehidupan
baru disini, apakabar Rara? kamu tambah cantik”
“Alhamdulillah baik, terima
kasih”
“Mmmm.. pacarmu?”
“Aku masih jomblo. Belum
menemukan pasangan yang tepat. Mungkin bulan depan aku akan membuka hatiku
untuk mencari pasangan”, kataku
“Ooo.. ” wajahmu terlihat
berbinar.
“Mana pacarmu? tanyaku.
“Dia sekolah di jakarta” jawabmu
“Wah, bagus, dimana?”
“SMAN 26 Jakarta”
Demikianlah percakapan kita dan terus berlanjut. Sampai akhirnya aku
berinisiatif untuk mengakhirinya.
“Aku pulang dulu, sudah malam”
“Hmmm jangan dulu Clara…”
“Maaf..”, kataku, dan aku pun
berlalu.
Sejak itu kamu
sering menghubungiku. Mencari kesempatan untuk bertemu. Dan kamu bercerita
bahwa antara kamu dan pacarmu sedang dalam proses perpisahan. Kamu merasa kamu
tidak cocok dengannya. Kamu menyadari bahwa kamu selalu membandingkan dia
dengan aku. Kamu mengakui kalau kamu masih mencintaiku.
“Maaf Dimas, semua sudah menjadi
pilihanmu”
“Tapi bukan aku yang memilih, itu
kemauanmu”
“Iya, kemauanku. Aku tak mau kamu
duakan. Dan tidak ada satupun wanita yang mau kamu duakan”
Aku berlalu
dan berkata “Maafkan aku. Aku tidak lagi mencintaimu. Aku memilih untuk
menguburnya”
Setelah itu,
aku akan kembali memulai hidup baruku.